Selasa 22:54 WIB, kukirim pesan singkat kepada sahabatku Muhammad Agung Sugito, yang berisikan doaku agar ia lekas sembuh. Malam itu aku baru mendapat kabar dari teman-teman sekelasku bahwa ia sakit dan sedang di rawat di rumah sakit di Pontianak, tempat dia menuntut ilmu. Dan sampai saat itu dia belum sadarkan diri. Dari kabar yang ku tahu, ia terkena penyakit lambung yang cukup berat dan ia mengalami kejang-kejang, dan di khawatirkan syarafnya teganggu.
Kabar ini kutahu saat ku buka facebook sebelum tidur, aku sangat kaget, ternyata ia telah sakit lumayan lama. Dan aku baru membaca kabar itu dari notes temanku, Euis Kurniasih. Saat kulihat notifikasiku, aku baru ditag dalam notes itu siang tadi. Sangat khawatirnya aku, hingga ada perasaan sedikit kesal kenapa baru sekarang diberi tahukannya. Tapi agak sedikit lega saat ku baca komen terakhir sebelum komenku yang menyatakan bahwa ia telah baikan dan telah diberi selang infus untuk makan. Lalu, segera ku sms Agung, berharap ia lekas sembuh. Malam semakin larut, namun sms ku tak kunjung mendapat balasan darinya. Aku berfikir mungkin ia sedang istirahat atau ia belum sadarkan diri. Aku belum tahu pasti keadaannya saat itu, tapi ya sudahlah, doakan saja.
Hampir mendekati pukul 12 malam, mata mulai berat, terasa 5 Watt. Namun, ku ingat bahwa keesokaan harinya, 6 Oktober adalah ulang tahun sahabatku yang ke 19 tahun, Thias Maro Hidayat. Jadi kuputuskan untuk tidak tidur agar bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Jam wekerku masih menunjukkan pukul 23.45 WIB, tunggu sebentar lagi pikirku. Namun karena mata sudah berat akibat lelah, tertidurlah diriku.
Entah jam berapa ini tanyaku dalam hati, ketika ku terbangun dari tidur dan kulihat jam weker di atas meja, menunjukkan pukul tiga lebih. Dan aku terkejut, niatku tak terlaksana. Tapi lekas ku buka facebookku dan ku menulis wall singkat untuk Thias, lalu kembali tidur menuju alam mimpi. Besok saja ku kirim pesan singkat berisi doa untuknya, pikirku.
Sekitar pukul 5 pagi, handphone ku berdering. Seperti biasa, itu pasti nomor rumah atau nomor ibuku, pasti ibuku yang menghubungiku untuk membangunkanku sholat subuh. “Nak, bangun, ayo sholat subuh, jangan tidur lagi ya” terdengar suara ibuku yang lembut namun sayup, karena aku setengah sadar mendengarnya. “Iya bu, aku bangun” jawabku singkat. Beranjaklah aku dari tempat tidur kosanku yang nyaman, menuju kamar mandi dan berwudu. Setelah sholat, kembali ku buka facebookku dan ku wall Agung untuk mendoakannya. Dan sebelum wallku ada wall Riko yang berisi doa agar Agung cepat sembuh agar kami bisa melihat ia berseragam be cukai, serta merasakan ditraktir makan dengan gaji pertamanya, ia pernah berjanji begitu pada kami dan ku like wall riko ini. Ku baca juga wall Euis di bawahnya yang intinya berisi, saat Agung akan wisuda tanggal 12 Oktober di Sentul nanti, ia akan mengisi acara. Aku pun senang membaca wall Euis, karena aku berniat bisa hadir di wisudaan sahabatku, karena kampusku di Bogor yang tak jauh dari Sentul, dan itu tak lama lagi. Lalu ku sudahi facebookannya. Mulai ku ketik kata-kata dan doa untuk Thias, karena aku ingin mengirimkan ucapan untuknya, sms pun terkirim sekitar pukul 05:21 WIB.
Waktu makin bergulir dan aku pun bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Saat ku menyusuri jalan menuju kampus, tepat pukul 07:42 aku mendapat pesan singkat yang amat sangat tak terduga. Pesan singkat itu kudapat dari Rabin, berisikan kabar bahwa sahabat kami tercinta, Muhammad Agung Sugito telah berpulang ke Rahmatullah. Aku tak percaya, sejenak ku hentikan langkahku dan memastikan isi pesan tersebut. Badanku bergetar, tak kuasa ku bendung rasa sedih yang sangat mendalam ini, air mata mulai berlinang dan mengalir. Ya Allah, ini mimpi kan???
Sungguh aku tak percaya, sempat ku tahan rasa sedihku dan melanjutkan langkahku menuju kelas dengan sempoyongan dan air mata tetap mengalir. Sudah tak perduli lagi aku dengan orang di sekitarku. Beberapa langkah ku mulai berjalan, kembali kuterima pesan yang sama dari Edrine. Kembali air mata ku mengalir, yang semula sudah sedikit ku bendung. Semakin yakin diriku bahwa berita itu bukan bohong, itu benar dan itu nyata.
Aku tak sanggup ya Allah. Dalam langkahku yang mulai tak imbang, ku telepon ibuku yang merupakan guru SMA di sekolah kami dulu, beliau pernah menjadi wali kelas Agung saat dia kelas 10 dulu, ku kabari ibuku bahwa sahabatku Muhammad Agung Sugito telah tiada. Dengan suara yang bergetar, ku bicara perlahan pada ibuku, dan segera memutus sambungannya karena ku tak tahan untuk tidak menangis.
Perjalanan ke kelas terasa begitu jauh, namun akhirnya aku sampai di kelas yang telah ramai oleh mahisiswa. Aku pun duduk di bangku paling belakang, menundukkan kepala dan mulai menangis hingga bergetar tubuhku. Namum ada sahabatku yang menghampiriku dan menayakan kenapa aku menangis, aku tak ingin bercerita rasanya. Jadi kutunjukkan pesan itu, dia mengerti, lalu berusaha menenangkanku. Aku segera beristighfar dan menenangkan diri.
Setelah tenang, aku mengabari teman-temanku yang lain (d’mament) tentang berita duka ini. Mereka semua tak percaya dan yang membuatku semakin terenyuh adalah balasan sms dari Salman. Ia bilang “gak usak becanda, gak lucu” dan aku sependapat dengannya, ku berfikir ini adalah lelucon yang sama sekali gak lucu yang gak nyata sama sekali, tapi ternyata ini memang nyata. Aku tahu ia pasti terpukul dengan perginya Agung, kita semua sama teman, merasa kehilangan. Lagi-lagi tak kuasa rasanya membendung air mata ini, yang akhirya tumpah dan mengalir perlahan.
Beberapa saat kemudian kuterima sms dari Riko, ia meminta bantuanku untuk mengumpulkan teman-teman Agung agar dapat memberi penghormatan terkahir kepadanya, ini adalah amanah dari keluarga Agung. Dan segera ku kabari teman-temanku, namun apalah daya. Kami masih kuliah di luar kota sehingga tidak mungkin kembali ke Lampung dalam waktu yang singkat. Tapi sesungguhnya ku sangat ingin memberi penghormatan terakhir kepadanya, begitupun mameners lainnya.
Dari kabar yang kuperoleh dari Riko, Agung akan tiba sore itu di kediamannya, Pesawaran, sehingga keesokannya bisa dimakamkan. Dari sini aku tahu bahwa Riko memang sahabat yang hebat. Hari itu dia sekuat tenaga dan jiwa yang tulus berjuang demi Agung. Hari itu, Budi dan Tito pun ikut serta, dan aku tak tahu siapa lagi selain mereka. Aku belum berani bertanya, biarkan mereka membantu hingga akhir dulu pikirku. Tapi aku hanya dapt berterima kasih pada kalian kawan, orang-orang yang telah mewakili kami yang tak bisa berbuat apa-apa selain berdoa.
Sepanjang hari, aku hanya mampu melihat facebook, untuk melihat perkembangan berita. Ku lihat facebook Agung, di sana telah banyak ucapan bela sungkawa beserta doa-doa untuknya. Dari sekian banyak wall itu, satu persatu kubaca. Eka, sang mantan Agung dan merupakan pacar Agung yang pertama pun menulis wall yang cukup membuat sedih, ia tak percaya kabar ini. Sms demi sms masuk ke nomorku, Salman, Edrine, Mute, Fitri, Darma, Rahmat, Ruth, Nursil, Eka, Noryken, Lena bahkan Rini sekalipun. Mereka berbela sungkawa dan meminta info terbaru tentang Agung. Aku hanya dapat memberi info yang ku tahu saja, tak lebih.
Puluhan wall tertulis untuk Agung, beberapa notes pun dipersembahnkan untuknya. Emang kamu orang baik gung, banyak sahabatmu yang sayang banget sama kamu. Ku geledah semua isi profil Agung, dan kutemukan dua notes miliknya yang berjudul “doa” dan “Dia-lah sebaik-baiknya pelindung”. Jika ku baca kedua notes itu, sungguh aku tak kuasa menahan rasa sedih yang mendalam.
Dia menulis “Dia-lah sebaik-baiknya pelindung” pada 13 September, berisi rasa syukur atas umurnya disetai kata-kata yang membuat merinding. “doa” notes yang ditulis pada 23 September, notes terakhirnya yang berisi doa agar pada akhir umurnya ia diberi kebaikan, ditulis dengan kata-kata yang sangat menyayat hati, terkesan seolah dia telah tahu bahwa umurnya tak panjang lagi. Sangat miris, mataku pun mulai berkaca. Ya Allah, hanya engkaulah yang Maha Kuasa, tak ada yang tahu seberapa batasan kami kecuali engkau ya Allah.
Malam itu aku cukup lelah, ditambah dengan tugas yang tak sanggup untuk ku kerjakan, aku pun beristirahat. Keesokannya, seperti biasa aku dibangunkan oleh ibuku dan mulai beraktifitas seperti biasa. Pagi itu aku berfikir, kejadian kemarin hanya mimpi yang tak pernah nyata. Tapi aku sadar, ini memang sudah jalan terbaik dari Allah.
Pagi itu, handphoneku bergetar dan kulihat, aku mendapat pesan singkat dengan kontak “A2 Agung”. Aku berharap itu memang Agung yang kan membalas sms ku dan mengatakan kalau dia sudah sehat. Tapi ternyata itu adalah kakak perempuan Agung yang member kabar Agung meninggal. Mungkin dia berfikir aku belum mengetahuinya, tapi ku balas sms itu dengan menguatkan keluarganya dan berdoa yang terbaik untuk sahabatku tercinta.
Hah, teringat sebuah lagu yang sangat dalam maknanya...
Kita Selamanya_Bondan ft Fade2Black
bergegaslah, kawan... tuk sambut masa depan
tetap berpegang tangan, saling berpelukan
berikan senyuman tuk sebuah perpisahan!
kenanglah sahabat... kita untuk slamanya!
satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
satu cerita teringat didalam hati
karena kau berharga dalam hidupku, teman
untuk satu pijakan menuju masa depan
saat duka bersama, tawa bersama
berpacu dalam prestasi... (huh) hal yang biasa
satu persatu memori terekam
didalam api semangat yang tak mudah padam
kuyakin kau pasti sama dengan diriku
pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
kawan... kau tahu, kawan... kau tahu kan?
beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan
Sepertinya baru kemarin kita menjalani masa SMA yang indah bersama, ya Gung, kini telah berjuang untuk masa depan. Namun kawan, ternyata perjalananmu terhenti :')
Namun terhenti untuk kami, sahabat-sahabatmu yang akan terus mengingat dan mendoakan mu kawan, kami pun akan meneruskan perjuanganmu kawan.
You will be in our heart, we always love you :')
[this story dedicated for: Muhammad Agung Sugito_d'mament Smanda 09]